Thursday, March 26, 2020

ETIKA HUBUNGAN SEKSUAL DENGAN ISTRI DALAM AL-QUR’AN


ETIKA HUBUNGAN SEKSUAL DENGAN ISTRI DALAM AL-QUR’AN

A.        LATAR BELAKANG MASALAH
Dewasa ini permasalahan seks masih dianggap sebagai hal yang tabu diperbincangkan. Kata ‘seks’ sering muncul di pelbagai kabar media yang hampir kesemuanya berkonotasikan buruk. Kebanyakan masih terjustifikasi dalam benak pikiran bahwa seks adalah sesuatu yang selalu diasosiasikan dengan hal berbau pornografi. Oleh karena itu dalam mindset masyarakat, seks juga masih teramat tabu untuk diperbicarakan dimuka umum. Padahal hubungan seks tidak hanya sebatas tujuan mendapatkan keturunan, akan tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai sebuah saran untuk membahagiakan pasangan.
Banyak buku-buku tentang seks yang sudah ditulis oleh para pakar zaman dahulu dengan perspektif yang berbeda. Seperti kitab seks “Al-Raudh al-‘Athir fi Nuzhat al-Khatir” yang ditulis oleh Muhammad an-Nafzawi seorang ulama terkemuka Tunisia abad 16.  Bahkan Al-Qur’an sendiri tak luput menjadikan persoalan seks sebagai sorotan. Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang baik secara langsung maupun tidak langsung berbicara tentang persoalan seks. Dengan bahasa halus Al-Qur’an mengatakan;   “Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka”. (QS. Al-Baqarah/2:187) Dan juga dalam QS. Al-Baqarah/2:223 yang berbunyi: “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman”.   Kalau dilihat dari sebab turunnya (asbabun nuzul) ayat ini, ayat ini turun lebih disebabkan karena banyaknya anggapan bahwa mendatangi istri atau menyenggamai istri hanya diperbolehkan dari satu arah (satu gaya) saja. Padahal tidaklah demikian. Oleh karena itu Penulis ingin menyampaikan bahwasanya Islam lewat Al-Qur’an memberikan penegasan bahwa hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan suami istri boleh dilakukan dengan berbagai cara variasi dan posisi seperti yang dikehendakinya, asalkan tidak bersenggama atau memasukkan dzakar atau penis ke dubur istri (anal seks). Dan tidak memasukkannya ke vagina istri ketika dalam keadaan sedang haid (menstruasi).
     Didalam tulisan ini , penulis akan  menjelaskan berbagai hal seputar permasalahan seks tanpa keluar dari koridor Al-Qur’an. Dimulai dengan pengenalan seputar seks, etika bersenggama dalam Islam, larangan bersenggama dalam Islam, variasi dan posisi senggama menurut Al-Qur’an hingga problem dan penyimpangan seksual menurut Al-Qur’an. 
Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Ibnu Qayyim Al Jauzi diantara manfaat bersetubuh dalam pernikahan adalah terjaganya pandangan mata dan kesucian diri serta hati dari perbuatan haram. Menurutnya pula hubungan intim juga memiliki tiga tujuan : Pertama, memelihara keturunan dan keberlangsungan umat manusia; Kedua, mengeluarkan cairan yang bila terus menerus mendekam didalam tubuh akan berbahaya; Ketiga, meraih kenikmatan yang dianugerahkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Sering kali orang bersenggama hanya sekedar menuruti hasrat manusiawinya tanpa mengenakan etika yang telah digariskan oleh Islam. Salah satu etika yang sering terlupakan ketika hendak bersenggama adalah berdo’a, banyak orang yang lupa –bahkan belum tahu- bahwa membaca do’a ketika hendak melakukan hubungan seksual itu hukumnya adalah mustahab (dianjurkan).  Mengenai variasi maupun posisi dalam bersenggama masih banyak pula pasangan atau salah satu pasangan merasa mapan dengan keadaanya (status quo) cenderung mencurigai dan menganggap bahwa berbagai macam variasi maupun posisi dalam bersenggama sebagai hal yang tabu, padahal itu adalah suatu hal yang diperbolehkan oleh Islam.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
     Dari latar belakang masalah yang telah di tulis di atas, penulis dapat mengidentifikasikan masalah dalam tulisan ini sebagai berikut :
1.      Banyak orang yang masih beranggapan bahwa sex education adalah pembahasan yang tabu untuk  dibicarakan.
2.      Banyak istri yang menolak beberapa variasi gaya bersenggama.
3.      Ketidak pahaman masyarakat tentang adab-adab bersenggama memicu perselisihan yang berujung pada thalaq.
4.      Anggapan bahwa Al-quran adalah kitab suci yang mustahil membahas hal-hal yang jorok menurut banyak orang seperti hal yang berbau seks.

C. RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana etika berhubungan seksual dengan istri menurut Al-Qur’an ?

D. DISKURSUS HUBUNGAN SEKSUAL
1.      Definisi Hubungan Seksual Atau Hubungan Intim
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) seksual/sek·su·al/ /séksual/ a 1 berkenaan dengan seks (jenis kelamin); 2 berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan[1].
Seksualitas manusia adalah bagaimana manusia mendapatkan pengalaman erotis dan mengekspresikan dirinya sebagai makhluk seksual; kesadaran diri pribadi sebagai laki-laki atau perempuan; kapasitas yang mereka miliki atas pengalaman erotis dan tangapan atas pengalaman itu. Seksualitas manusia dapat dijelaskan bagaimana sesorang tertarik oleh orang lainnya yang berlawanan jenis kelamin (heteroseksualitas), kepada yang sejenis (homoseksualitas), kepada semua jenis (biseksualitas), atau tidak tertarik sama sekali (aseksualitas).
Sudah dipercaya sejak dulu bahwa perilaku seksual manusia berbeda dari perilaku seksual hewan, yang dalam hal ini dilakukan untuk alasan selain kopulasi. Pemahaman saat ini adalah bahwa banyak spesies yang sebelumnya diyakini monogami kini telah terbukti berbeda atau mengambil kesempatan dari kebebasan alam; berbagai spesies melakukan masturbasi dan menggunakan benda-benda sebagai alat untuk membantu melakukannya, yang mana prokreasi bukan tujuannya.
Istilah seksualitas manusia juga meliputi budaya, politis, hukum dan aspek filosofis. Juga berkaitan dengan isu moralitas, etika, teologi, spiritualitas atau agama dan bagaimana mereka terkait dalam hal-hal seksual.
Persetubuhan atau Hubungan Seksual artinya secara prinsip adalah tindakan sanggama yang dilakukan oleh manusia, tetapi dalam arti yang lebih luas juga merujuk pada tindakan-tindakan lain yang sehubungan atau menggantikan tindakan sanggama, jadi lebih dari sekadar merujuk pada pertemuan antar alat kelamin lelaki dan perempuan.
Persetubuhan mungkin didahului dengan percumbuan yang menyebabkan gairah pada pasangan, menyebabkan penis mengalami ereksi, dan pelumasan alami pada vagina.
Untuk memulai sebuah persetubuhan, penis yang telah ereksi dimasukkan ke dalam vagina dan salah satu pasangan atau keduanya menggerakkan pahanya untuk membuat penis bergerak maju dan mundur di dalam vagina dan menghasilkan gesekan, tanpa sama sekali mengeluarkan penis secara penuh. Dengan demikian, mereka merangsang diri sendiri maupun pasangannya hingga orgasme dan ejakulasi diperoleh. Penetrasi dengan penis juga dikenal dengan "intromission" atau dengan nama Latin "immissio penis".
Istilah "penetrasi" digunakan untuk menggambarkan kondisi dimana alat kelamin pria dimasukkan ke dalam vagina. Hal ini tidak selamanya menjadi ritual yang wajib untuk mencapai kesenangan dan kenikmatan dalam berhubungan seks. Aktivitas seksual tanpa melakukan penetrasi biasanya dilakoni oleh kaum remaja dengan cara masturbasi.

2.      Aktifitas  Seksual  Menurut  Sains
Menurut Lauren Streicher, MD, profesor jurusan kandungan di Feinberg School of Medicine, “Ada banyak organ dan sistem yang terlibat dalam fungsi seksual dan Anda membutuhkannya bekerja dengan baik agar hubungan intim berjalan dengan baik.”
mengetahui reaksi tubuh saat berhubungan intim nantinya dapat membantu untuk mengatasi masalah kesehatan yang mungkin muncul. Nah, berikut ini adalah yang terjadi pada tubuh saat hubungan intim[2]:
a.       Sibuknya Zat Kimia Otak & Hormon
Menurut Lauren Streicher, terjadinya libido dimulai di otak. Karena otak tidak memproduksi estrogen maupun testosteron, maka rangsangan untuk hormon ini pun diaktifkan di otak. Rasa senang yang dialami wanita saat melakukan hubungan intim muncul mulai dari pundak ke atas, sedangkan pria mulai dari pinggang ke bawah. Inilah alasan mengapa pikiran yang campur aduk seperti depresi, stres atau bahkan memikirkan pekerjaan dapat membuat suasana hati menjadi buruk.
Ada tiga hormon yang membuat adrenalin meningkat saat berhubungan intim yakni estrogen, testosteron, dan progesteron. Selama dan setelah berhubungan intim, endorfin atau zat kimia otak akan meningkat sehingga membuat perasaan senang, rileks, dan kadang mengurangi rasa sakit.
b.       Hati Berdebar
Saat merasa merasa senang, secara fisik orang akan menjadi lebih aktif dan tubuh pun jadi membutuhkan darah di area tertentu saat berhubungan intim. Untuk itu, secara natural detak jantung pun memilih untuk memompa darah ke seluruh tubuh dengan fokus di genitals. Cara seseorang bernafas pun akan meningkat sehingga membantu jantung untuk mengatur aliran darah yang dibutuhkan. Menurut ahli kandungan Sherry A. Ross, MD, yang juga penulis She-ology: The Definitive Guide to Women’s Intimate Health, hubungan intim yang seperti ini memiliki efek yang hampir sama seperti berolahraga.
c.        Pembuluh Darah Melebar
Dilansir dari situs halaman Health, saat pasangan melakukan hubungan intim, nyatanya pembuluh darah pada tubuh akan melebar. Menurut ahli urologi dan pakar kesehatan seksual, Jennifer Berman, MD, umumnya pembuluh darah bagian vulva dan klitoris akan membesar yang menyebabkan sekresi dan pelumas bagi wanita. Namun ada beberapa kondisi yang menyebabkan wanita mengalami Miss V yang mengering, seperti kurangnya melakukan foreplay sebelum berhubungan intim, stres, baru melahirkan, ibu menyusui, dan memiliki gangguan kesehatan. Jangan ragu untuk bertanya pada dokter di rumah sakit terdekat untuk penanganan masalah Miss V yang kering.
d.       Kulit Memerah
     Pembuluh darah yang melebar juga menunjukkan banyaknya darah mengalir di bawah kulit. Inilah alasan mengapa kulit menjadi memerah dan tubuh terasa lebih hangat. Menurut Health, wajah juga akan menjadi memerah ketika pembuluh darah melebar.
e.       Kontraksi Otot
Saat berhubungan intim, otot dasar panggul (pelvic floor), abdomen, dan betis akan berkontraksi. Menurut Lauren, kontraksi ini merupakan respon tubuh yang terjadi sebelum rasa rileks yang muncul saat orgasme. Tentu saja ini menjadi hal yang wajar dan bisa dirasakan oleh Anda saat melakukan hubungan intim.
f.        Reaksi Pada Alat Kelamin Wanita
Melakukan hubungan intim umumnya akan menimbulkan reaksi pada alat kelamin wanita yang disebabkan oleh aliran darah yang mengalir deras di area genital. Aliran darah yang mengalir ini tidak hanya menstimulasi untuk memproduksi pelumas, namun juga menyebabkan labia dan klitoris membengkak. Reaksi yang diberikan vagina ini pun dapat terjadi apabila terjadi stimulasi secara fisik di area ini, ujar Lauren Streicher.
g.       Payudara Membengkak
Aliran darah saat melakukan hubungan intim akan semakin lancar. Ini akan menyebabkan payudara akan secara sementara membesar dan lebih sensitif. Bahkan puting pun akan terlihat lebih menonjol dan ini adalah merupakan hal yang wajar terjadi. Menurut situs halaman The Guardian, payudara wanita tidak hanya akan terlihat membesar secara sementara, namun perubahan juga terjadi pada puting yang menjadi menonjol dan mengeras.
Membicarakan masalah kesehatan seksual Anda sangat penting dilakukan bukan hanya pada pasangan agar dapat mencapai kepuasan yang diinginkan. Dan tak ada salahnya untuk berdiskusi pada dokter mengenai kesehatan seksual dan hubungan intim pada dokter ahli yang tepat.

F.      TAFSIR AYAT
﴿ وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ   نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ﴾
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, "Haid itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja kalian kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk diri kalian, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kalian kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. {QS:2:222-223}
1.      Asbabun Nuzul
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ الْيَهُودَ كَانُوا إِذَا حَاضَتِ الْمَرْأَةُ مِنْهُمْ لَمْ يُؤَاكلوها وَلَمْ يُجَامِعُوهَا فِي الْبُيُوتِ، فَسَأَلَ أصحابُ النَّبِيِّ [النبيَّ] صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ} حَتَّى فَرَغَ مِنَ الْآيَةِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas, bahwa orang-orang Yahudi itu apabila ada seorang wanita dari mereka mengalami haid, maka mereka tidak mau makan bersamanya, tidak mau pula serumah dengan mereka. Ketika sahabat Nabi Saw. menanyakan masalah ini kepadanya, maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, "Haid itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci. (Al-Baqarah: 222), hingga akhir ayat. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Lakukanlah segala sesuatu (dengan istri yang sedang haid) kecuali nikah (bersetubuh)[3].
Dan dalam kitab-kitab tafsir di sebutkan bahwa sebab turunnya ayat 223 terdapat   beberapa versi periwayatan dan diantaranya adalah :
a.       Diriwayatkan bahwa orang-orang yahudi  berkata berkata “ barang siapa yang menyetubui istrinya dari arah belakang maka anaknya anaknya akan gila, mereka berkeyakinan bahwa pemberitaan itu datang dari kitab taurat. Hal tersebut diberitahukan kepada Rasulullah   lalu beliau bersabda : “orang-orang yahudi telah berbohong.” Maka turunlah ayat ini.[4]
b.      Diriwayatkan dari ibnu Abbas , “ Sesungguhnya Umar datang kepada Rosulullah     ,kemudian berkata “wahai Rasulullah, celakalah aku!”  kemudian dia menceritakan bahwa dia telah menyetubuhi istrinya dari belakang. Maka Allah pun menurunkan ayat ini.  [5] 
c.       Orang-orang  Anshor  tidak menyetujui kaum laki-laki yang menyetubuhi istri-istri mereka dari belakang, sekalipun yang disetubuhi tetap dibagian vagina. Mereka mengadopsi tradisi tersebut dari orang-orang yahudi, orang-orang Quraisy juga melakukan  hal tersebut sehingga orang-orang Anshar menolak hal tersebut, maka turunlah ayat ini. [6]
2.      Munasabah Ayat
`        Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wata’ala menjelaskan bahwa bagian dari etika menggauli istri adalah tidak menyetubuhinya saat haid. Dan ayat ini juga menjelaskan bahwa menjauhi wanita saat haid itu bukan bagian dari syari’at Allah, karna yang dilarang oleh Allah bukan mendekati wanita haid tetapi bersetuh atau dalam bahasa arab di sebut jimak dengan istri yang sedang haid.
         Ayat ini juga sebagai bantahan Allah Subhanahu Wata’ala terhadap orang-orang yahudi yang menganggap ini adalah syari’at yang tertulis dalam taurat. Dan para ulama mengatakan bahwa budaya yahudi untuk menjauhi wanita saat haid di adopsi dari kebiasaan orang-orang majusi. 
Dan dalam ayat ini, istri diumpamakan dengan kebun tempat bercocok tanam dan tempat menyebarkan bibit tanam-tanaman. Boleh mendatangi kebun itu dari mana saja arahnya asal untuk menyebarkan bibit dan untuk berkembangnya tanam-tanaman dengan baik dan subur .
Istri adalah tempat menyebarkan bibit keturunan supaya berkembang dengan baik. Maka seorang suami boleh bercampur dengan istrinya dengan berbagai cara yang disukainya asal tidak mendatangkan kemudaratan.
Jelaslah bahwa maksud perkawinan itu adalah untuk mendapatkan keturunan bukan hanya sekedar bersenang-senang melepaskan nafsu dan syahwat. Untuk itu Allah menyuruh berbuat amal kebajikan sebagai persiapan untuk masa depan agar mendapat keturunan yang saleh, berguna bagai agama dan bangsa, serta berbakti kepada kedua orang tuanya.
Kemudian Allah menyuruh para suami agar berhati-hati menjaga istri dan anak-anaknya, menjaga rumah tangga jangan sampai rusak dan berantakan. Karena itu bertakwalah kepada Allah. Sebab akhirnya manusia akan kembali kepada Allah jua, dan akan bertemu dengan-Nya di akhirat nanti untuk menerima balasan atas setiap amal perbuatan yang dikerjakannya di dunia. Allah swt. menyuruh agar setiap orang yang bertakwa kepada-Nya diberi kegembiraan bahwa mereka akan memperoleh kebahagiaan di dunia ini dan juga di akhirat kelak.
        Kesimpulannya adalah Allah Subhanahu Wata’ala ingin menyampaikan kepada kita sebagai makhluk ciptaannya yang di ciptakan untuk beribadah kepadanya agar menjadikan fitrah berhubungan seksual ini sebagai ibadah yang bernilai pahala dan memperbanyak amal sholeh dengan mematuhi etika-etika yang telah di ajarkan dan  di syari’atkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala kepada kita dan salah satunya adalah tidak memasukan penis ke selain vagina yang di kiaskan dengan tidak menabur bibit keselain tempat penaburan bibit.
3.      Bedah Kosa Kata
﴿ وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ﴾Mereka bertanya kepadamu tentang haid”. Dalam tafsir Al-Bashit Al-Imam menyebutkan :
 والمحيضُ: الحَيْضُ، قال أبو إسحاق: يقال: حاضت المرأةُ تَحِيضُ حَيْضًا ومَحَاضًا ومَحِيْضًا.
وأصل الحيض في اللغة: السيلُ، حاض السيلُ، يقال: وفاض.
        Dan mahid itu adalah haid, Abu Ishaq berkata : Bila disebutkan seorang perempuan telah haid (hadhotil mar’ah) maka bisa di katakan tahid, haidhon, mahadhon, dan mahidhon dan artinya sama yaitu haid.[7]
قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ﴾ ﴿ Katakanlah, "Haid itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid. Dalam mu’jam Lugotul Fuqoha di sebutkan makna (أَذًى) sesuatu yang dapat menimbulkan mudharat atau keburukan dan bermkana juga kotoran atau qodzar[8]. ) فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ) hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid” Syekh Mujiruddin menjelaskan dalam kitab tafsirnya makna ayat ini adalah perintah untuk meninggalkan jima’ atau bersetubuh saat istri sedang haid[9].
          (وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ ) Dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci. Kalimat walaa taqrobu hunna (janganlah kalian mendekati mereka) maknanya adalah perintah untuk tidak menyetubuhi istri hatta yathurna (sampai mereka suci)9.
          (فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّه ) Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian. Ayat ini berisi perintah untuk menggauli istri saat udah suci, kalimat Faidza tatoharna maknanya adalah bigtisal artinya apabila istri telah suci dengan membersihkan darah haid atau dengan mandi wajib, Fa’tu hunna min haitsu amarokumullah artinya adalah datingilah istri dari vagina[10].
         (إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ)  Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.

Abul ‘Abbas Syihabudin  mengatakan dalam tafsir ‘Umdatul Huffadz fii Tafsir Asyroful Al-Fadz’ bahwa makna “mutatohirin” yang di maksud dalam ayat ini adalah orang-orang sembersihkan diri dari semua bentuk najasah dengan cara bersuci (mandi atau wudhu) karena toharoh atau bersuci adalah asas dari smua ibadah, dan pendapat yang lain mengatakan : orang-orang yang meninggalkan perbuatan dosa dan mengerjakan amal soleh[11].
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman ﴿ نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ ﴾ “ istru-istrimu adalah ladang bagimu “  artinya , lahan bercocok tanam dan tempat lahirnya anak. Dalam tata bahasa Arab , kalimat ini disebut sebagai kailmat tasybih. Maka , kemaluan perempuan diibaratkan seperti tanah atau lahan bercocok tanam, sedabgkan air mani diibaratkan seperti benih , dan anak diibaratkan seperti tumbuhan yang keluar. Kata hartsun sendiri memiliki posisi sebagai masdar infinitif. Karena itu, kata al-harts disatukan sehingga maknanya adalah perempuan-perempuan kalian memiliki lahan untuk kalian bercocok tanam yang didalamnya kalian dapat menanam benih sebagi cikal bakal anak-anak kalian. Kemudian kalimat mudhaf-nya dibuang. Terkadang , satu kata diibaratkan dalam kata yang lain, sebagai contoh , “ ini adalah perintah Allah “. Artinya, sesuatu yang diperintahkan oleh-Nya. Contoh yang lain. “ ini adalah hawa nafsu sipulan.” Artinya , yang mengbangkitkan hawa nafsunya. Begitu pula dengan kalimat ,” laki-laki bercocok tanam dilahan tempat bercocok tanam[12].
Dan firman Allah Ta’ala ﴿ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ ﴾” maka datangilah ladangmu itu kapan saja denagn cara yang kamu sukai “ para ahli tafsir berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat ini, pendapat pertama yang mahsyur adalah pendapat yang telah kami sebutkan sebelumnya, yaitu seoarng laki-laki diperbolehkan untuk memilh cara dalam menggauli istrinya ; dari bagian depan dibagian kemaluan istrinya atau dari bagian belakang dikemaluan istrinya[13]. Pendapat kedua menyebutkan bahwa maknanya adalah: waktunya kapan saja, selama pada waktu-waktu yang dihalalkan untuk digauli. Apabila perempuan akan digauli bukanlah perempuan asing ,  diharamkan, puasa atau sedang dalam masa haid. Pendapat ketiga menyebutkan bahwa seorang laki-laki diperbolehkan untuk menggauli istrinya baik dengan berdiri,  duduk, maupun berbaring yang penting daerah yang di setubuhi adalah vagina perempuan dan bukan anusnya[14].
Kesimpulannya adalah kata Anna dalam kalimat Anna syi’tum dalam ayat ini memiliki dua arti yaitu menunjukkan arah sertakaifiyah maksudnya dari arah mana saja(bebas dengan segala posisi) yang diingankan dan di sepakati oleh suami dan istri dan yang kedua mununjukkan waktu maksudnya waktu kapan saja yang diinginkan oleh suami dan istri.
Firman Allah Ta’ala وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ ﴿ “Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu”  artinya jadikanlah aktivitas seksual ini sebagai sarana beramal soleh dengan mengindahkan rambu-rambu syari’at dalam melaksanakannya,  Ibnu Abbas berkata bahwa arti dari وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ ﴿ adalah dengan membaca basmallah saat akan memulai aktifitas.
Dan firman Allah Ta’ala  وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ ﴿Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya”  dalam tafsir Al-Bagowiy di sebutkan bahwa Al-kalbiy  dan As-Suddiy mengatakan bahwa kalimat ini untuk menguatkan kalimat sebelumnya yaitu “ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ “Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu”  maksudnya kerjakanlah amal soleh karna nanti kalian akan mendapatkan imbalan pahala dari perbuatan kalian tersebut[15].
Firmannya وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ ﴿  ”Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman”  Imam ibnu katsir dalam kita mukhtasar Ibnu katsir yang di tulis oleh syekh ash-shobuni mengatakan maksud ayat ini adalah kabar gembira bagi orang-orang yang taat terhadap perintah Allah Subhanahu Wata’ala dan meninggalkan larangannya, dan perintah yang di maksud adalah وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ ﴿Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya.”  Dan ibnu jarir mengatakan bahwa ibnu Abbas meriwayatkan makna وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ ﴿Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu”  adalah membaca basmalah sebelum berhubungan intim[16].
4.      Etika Berhungan Seksual
         Secara umum dari dua ayat ini dapat di simpulkan bahwa etika berhungan seksual terbagi menjadi 3 yaitu :
a.     Sebelum Berhungan
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman    وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ ﴿ Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya.” Dalam ayat tersirat begitu banyak makna tentang berhungan seksual dengan istri, karna Allah Subhanahu Wata’ala menggunakan kalimat yang umum atau universal yaitu perintah untuk mengamalkan amal sholeh atau perbuatan dan perkejaan yang baik. Dan perintah ini datang setelah ayat yang menjelaskan tentang larangan untuk tidak menggauli istri saat haid, dan apabila istri telah suci dari haid maka boleh mendatangi dan menyetubuhinya dengan tetap memperhatikan rambu-rambu syari’at atau adab dalam berhubungan intim dengan firmannya : Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya.” Diantara etika sebelum berhungan seksual yang dapat di simpulkan dari ayat ini adalah :

1)      Bersih Diri
             Allah Subhanahu Wata’ala berfirman : (فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّه ) Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian. Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa syarat untuk menggauli wanita yang baru melalui masa-masa haidnya adalah dengan bersuci, dan kata bersuci dalam ayat ini umum dalam kaidah usul fiqh semua yang umum harus tetap pada keumumannya sampai datang dalil yang mengkhususkannya, maka bersuci dalam ayat ini pun meliputi semua jenis bersuci seperti mandi janabah atau mandi wajib,wudhu, membersihkan area kemaluan,memakai wangi-wangian dan seterusnya. Seperti yang di riwayatkan oleh Abu Rafi’ radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari pernah menggilir istri-istri beliau, beliau mandi tiap kali selesai berhubungan bersama ini dan ini. Aku bertanya, “Ya Rasulullah, bukankah lebih baik engkau cukup sekali mandi saja?” Beliau menjawab, “Seperti ini lebih suci dan lebih baik serta lebih bersih.”[17] (HR. Abu Daud dan Ahmad). Artinya adalah hukum mandi saat akan berhungan suami istri entah itu di awal atau di pertengahan bahkan berganti dari istri ke satu ke istri yang lain hukumnya sunnah tapi Nabi menegaskan bahwa itu lebih suci dan lebih bersih dari pada hanya sekedar wudhu dan membersihkan kemaluan, karna dalam riwayat yang lain di katakana bahwa  Nabi   pernah menggiliri 9 istrinya dalam satu malam dengan satu kali mandi[18].
2)      Merayu
             Jauh sebelum ilmu biologi di temukan, islam telah menjelaskan melalui lisan Nabi bahwa perempuan memiliki durasi untuk orgasme lebih panjang dari laki-laki, oleh karena itu Nabi berkata : “Sesungguhnya wanita itu saudara kandung laki-laki.[19]Artinya adalah wanita juga ingin merasakan orgasme seperti laki-laki merasakannya, hal ini senada dengan perkataan Umar Bin Abdul Aziz :
( لا تواقعها إلا وقد أتاها من الشهوة مثل ما أتاك لكيلا تسبقها بالفراغ )
”Janganlah kamu menjima’ istrimu, kecuali dia (istrimu) telah mendapatkan syahwat (rangsangan) seperti yang engkau dapatkan, supaya engkau tidak mendahului dia (orgasme) menyelesaikan jima’nya (maksudnya engkau mendapatkan kenikmatan sedangkan istrimu tidak).[20]
3)      Berdoa Sebelum Berhungan Seksual
 Ibnu jarir mengatakan bahwa ibnu Abbas meriwayatkan makna وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ ﴿Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu”  adalah membaca basmalah sebelum berhubungan intim[21]. Dan hal ini di pertegas dengan hadis Nabi Sholallahu Alaihi Wassallam :
( لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ، قَالَ: بِاسْمِ اللهِ، اللهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ، لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا )
“Kalau saja kalian ingin mendatangi istri kalian ucapkan : dengan menyebut nama Allah, yaa Allah jauhkanlah kami dari gangguan  setan dan jauhkan setan dari rizki yang engkau anugrahkan kepada kami. Kemudian jika ditakdirkan lahirnya seorang anak dari hasil persetubuhan mereka maka setan tidak akan bisa mencelakai anak tersebut selamanya.[22]
b.    Saat Berhungan
Pada saat berhungan seksual syari’at pada umumnya mengatur beberapa hal diantaranya :
1.)    Posisi
Dari dua ayat di atas dapat di pahami bahwa syari’at memberikan keleluasaan dalam melakukan hubungan seksual dan tidak membatasi posisi bersenggama kecuali menyetubuhi istri melalui dubur saat melakukan hubungan seksual.
Al-Imam Al-Qurtubi mengatakan :
هَذِهِ الْأَحَادِيثُ نَصٌّ فِي إِبَاحَةِ الْحَالِ وَالْهَيْئَاتِ كُلِّهَا إِذَا كان الوطي فِي مَوْضِعِ الْحَرْثِ، أَيْ كَيْفَ شِئْتُمْ مِنْ خَلْفٍ وَمِنْ قُدَّامٍ وَبَارِكَةً وَمُسْتَلْقِيَةً وَمُضْطَجِعَةً، فَأَمَّا الْإِتْيَانُ فِي غَيْرِ الْمَأْتَى فَمَا كَانَ مُبَاحًا، وَلَا يُبَاحُ!
“Semua riwayat yang telah kita sebutkan pada bab asbabunuzul adalah dalil tertulis tentang bolehnya bersetubuh dengan semua kondisi dan posisi(gaya) apabila dia masih dalam wilayah kebunnya (vagina), bagaimana pun posisinya entah itu dari belakang atau dari depan dan entah itu tengkurap atau baringan atau nyamping semuanya boleh, tapi kalo masuk dari selain kebun (tempat penaburan benih maka ini tidak boleh dan tidak di boleh oleh syari’at !”[23]                   .
Dan kata hartsun menjadi dalil bahwa masuk kepada selain vagina adalah haram karna hartsun adalah kiasan atau kinayah dari vagina sebagaimana telah di jelaskan pada bab bedah kosa kata. Walaupun ada beberpa firkoh dari para mufassir yang menafsirkan bahwa kata Anna syi’tum dengan makna min ayina syi’tum(dari manapun kalian kehendaki) dan dengan ini mereka mengatakan bahwa boleh mendatangi wanita dari anal (anal seks)[24] namun penafsiran ini menurut penulis di dapat dijadikan hukum karna ijtihad para mufassir yang mengatakan bolehnya anal seks bertentangan dengan dalil-dalil yang sohih dan sorih.
Al-Imam Sya-syafi’i menerangkan menerangkan bahwa bahwa ayat ini adalah satu kesatuan dari ayat  sebelumnya yaitu perintah untuk menjauhi wanita saat sedang haid, artinya silahkan setubuhi istri kalian kapan pun dan bagaimana pun posisi yang kalian inginkan kecuali di waktu-waktu yang haram untuk bersetubuh seperti haid,puasa,ihram dll[25].
        Al-Imam juga menerangkan dalam kitab Al-Umm bab Ityanu Nisa Fi Adbaarihim bahwa pembolehan mencampuri istri melalui tempat bercocok tanam berarti juga pengharaman mencampurinya melalui tempat lain. Dengan demikian, mencampuri istri melalui dubur sampai memperoleh apa yang diperoleh dari hubungan melalui kelamin hukumnya haram berdasarkan dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah kemudia beliau mengutip hadis : jika dari arah belakang tapi melalui vagina maka iya(boleh) jika dari arah belakang dan melalui dubur maka tidak (tidak boleh) sesungguhnya Allah tidak malu untuk mengatakan suatu kebenaran, janganlah kalian mendatangi istri-istri kalian melalui dubur. [26] 
Imam Al-Bagowiy menerangkan bahwa para ulama yang mengatakan boleh mendatangi istri dari dubur itu adalah pendapat yang salah yang dia mengutip riwayat dari Nafi’ dari Abdullah bahwa dia menganggap tidak mengapa mendatangi wanita dari duburnya maka Abdullah ibnul Hasan berkata “kadzabal ‘abdu wa akhto’a” (telah berdusta hamba ini dan telah salah) sesungguhnya Abdullah berkata  datangilah perempuan kalian dari arah dubur tapi melalui vagina[27].
Dan dalil atas pengharaman menggauli istri dari dubur hadis yang diriwayatkan oleh imam Asy-syafi’i dari khuzaimah ibnu tsabit bahwa seorang lelaki bertanya kepada rasulullah tentang menggauli istri melalui dubur, lalu Rasulullah bersabda : bagaimana pun posisi atau gayanya jika dari arah belakang tapi melalui vagina maka iya(boleh) jika dari arah belakang dan melalui dubur maka tidak (tidak boleh) sesungguhnya Allah tidak malu untuk mengatakan suatu kebenaran, janganlah kalian mendatangi istri-istri kalian melalui dubur.[28]
2.)    Waktu
Firman Allah Subhanahu Wata’ala : {وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ} Dan janganlah kalian mendekati mereka sebelum mereka suci. (Al-Baqarah: 222)
Ayat ini merupakan tafsir dari firman-Nya: {فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ} Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid. (Al-Baqarah: 222). Allah Subhanahu Wata’ala. melarang mendekati mereka untuk bersetubuh selagi mereka masih dalam masa haidnya. Makna yang terkandung dari kalimat ini memberikan pengertian bahwa apabila darah haid telah berhenti, berarti boleh digauli lagi.
Imam Abu Abdullah Ahmad ibnu Muhammad ibnu Hambal mengatakan di dalam kitab At-Ta'ah-nya sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, "Haid itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kalian mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu. (Al-Baqarah: 222), hingga akhir ayat. Bersuci menunjukkan boleh mendekatinya.
        Ketika Maimunah dan Aisyah r.a. mengatakan bahwa salah seorang di antara mereka bila mengalami haid, maka ia memakai kain sarung dan masuk bersama Rasulullah Saw. di dalam selimutnya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak sekali-kali beliau menghendaki demikian melainkan ingin melakukan persetubuhan.
        Setelah kita paham ternyata haram hukumnya menyetubuhi wanita yang sedang haid, maka akan timbul pertanyaan, kapan waktu yang di bolehkan untuk menyetubuhi istri setelah haid? Apakah setelah darahnya berhenti atau setelah dia mandi wajib?
        Imam At-Thobari mengatakan dalam tafsirnya[29] :
القول في تأويل قوله تعالى : {وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ{. قال أبو جعفر: اختلفت القرأة في قراءة ذلك. فقرأه بعضهم:" حتى يطهرن" بضم"الهاء" وتخفيفها. وقرأه آخرون بتشديد"الهاء" وفتحها .وأما الذين قرءوه بتخفيف"الهاء" وضمها، فإنهم وجهوا معناه إلى: ولا تقربوا النساء في حال حيضهنّ حتى ينقطع عنهن دم الحيض ويَطهُرن. وقال بهذا التأويل جماعة من أهل التأويل.
 Penjelasan tentang firman Allah { {وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ "Dan janganlah kalian mendekati mereka sebelum mereka suci". Abu ja’far mengatakan terdapat perbedaan bacaan atau qiro’ah pada ayat ini. Sebagian ada yang membaca dengan “hatta yathurna” dengan mendhommakan huruf “ha” dan membacanya tanpa tasdid. Dan sebagian lainnya membacanya dengan tasdid pada huruf “ha” dan menfathakannya. Bagi yang membaca dengan dhomma dan tanpa tasydid memaknain firman ini dengan “ janganlah kalian menyetubuhi istri kalian dalam keadaan haid sampai darah haidnya berhenti dan dia telah suci”. Dan ini adalah pendapat kebanyakan mufassir.  Dalil mereka adalah :
حدثنا ابن بشار قال، حدثنا ابن مهدي ومؤمل قالا حدثنا سفيان، عن ابن أبي نجيح، عن مجاهد في قوله:" ولا تقربوهن حتى يطهرن"، قال: انقطاع الدم.
“Ibnu Basyaar mengatakan bahwa Ibnu Mahdi dan Muamil menyampaikan kepada kami bahwa sufyan menyampaikan riwayat dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid tentang firman Allah ولا تقربوهن حتى يطهرن" dia mengatakan : berhentinya darah.
حدثني محمد بن عمرو قال، حدثنا أبو عاصم، عن سفيان، - أو عثمان بن الأسود - :" ولا تقربوهن حتى يطهرن"، حتى ينقطع الدم عنهن.
Muhammad bin Amrin menyampaikan kepada kami bahwa Abu Asim meriwayatkan dari Sufyan atau Usman Ibnul Aswad : janganlah kalian mendekati mereka sampai mereka suci, artinya sampai darah haid mereka berhenti.
حدثنا ابن حميد قال، حدثنا يحيى بن واضح قال، حدثنا عبيد الله العتكي، عن عكرمة في قوله:" ولا تقربوهن حتى يطهرن"، قال: حتى ينقطع الدم.
“Ibnu Muhammad mengatakan bahwa Yahya Bin Wadih mengatakan bahwa Ubaidillah Al-Ataki meriwayatkan dari Ikrimah tentang firman Allah : “Dan janganlah kalian mendekati mereka samapai mereka suci”. Dia mengatakan artinya sampai darahnya berhenti.
وأما الذين قرءوا ذلك بتشديد"الهاء" وفتحها، فإنهم عنوا به: حتى يغتسلن بالماء. وشددوا"الطاء" لأنهم قالوا: معنى الكلمة: حتى يتطهَّرْنَ، أدغمت"التاء" في"الطاء" لتقارب مخرجيهما.
“Sedangkan menurut sebagian yang membaca dengan tasydid dan fatha pada huruf “ha”, mereka memaknai firman ini dengan : Sampai istri-istri yang haid itu mandi. Dan mereka mentasydidkan huruf “tho” karena mereka beranggapan bahwa makna kaliamat adalah “hatta yatthoh harna” dengan meng-idghomkan huruf “ta” kedalam huruf “tho” karena makhrojul hurufnya berdekatan(untuk memudahkan dalam membaca).
قال أبو جعفر: وأولى القراءتين بالصواب في ذلك قراءة من قرأ: (حَتَّى يَطَّهَّرْنَ) بتشديدها وفتحها، بمعنى: حتى يغتسلن - لإجماع الجميع على أن حرامًا على الرجل أن يقرَب امرأته بعد انقطاع دم حيضها حتى تطهر.
Abu Ja’far mengatakan :Dan bacaan atau qiro’at yang paling benar dari dua qira’at tersebut adalah yang membaca dengan qiro’at حَتَّى يَطَّهَّرْنَ dengan tasydid dan men-fathakan huruf “ha” dengan makna sampai mereka mandi wajib – pendapat ini berdasarkan ijma’ bahwasannya haram bagi laki-laki untuk menyetubuhi istri setelah darah haidnya berhenti sampai mereka suci. Lalu Al-Imam At-Thobari memberikan kesimpulan :
وإنما اختُلف في"التطهر" الذي عناه الله تعالى ذكره، فأحل له جماعها  .فقال بعضهم: هو الاغتسال بالماء، لا يحل لزوجها أن يقربها حتى تغسل جميع بدنها. وقال بعضهم: هو الوضوء للصلاة . وقال آخرون: بل هو غسل الفرج، فإذا غسلت فرجها، فذلك تطهرها الذي يحلّ به لزوجها غشيانُها.
“ Dan perbedaan ini pada kalimat bersuci yang Allah maknai dengan alat kelamin,maka halal baginya untuk menyetubuhinya. Maka sebagian ulama mengatakan bahwa : Mandi dengan air, maka tidak halal bagi laki-laki untuk menyetubuhinya sampai dia mandi wajib. Dan sebagian yang mengatakan : makanya adalah wudhu seperti wudhu saat mau sholat. Dan sebagian lagi mengatakan : maknanya adalah mencuci alat kelamin, maka apabila dia telah mencuci kelaminnya maka dia telah bersuci dan halal bagi suaminya untuk menyetubuhinya.
3.)    Oral Seks (Memasukan kemaluan ke dalam mulut)
Firman Allah Ta’ala ﴿ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ ﴾” maka datangilah ladangmu itu kapan saja denagn cara yang kamu sukai “ karna umumnya ayat ini dan tidak ada dalil yang sohih dan sorih tentang hukum oral seks maka ulama berbeda pendapat dalam hal ini, ada yang mengatakan boleh dengan keumuman ayat ini da nada yang mengatakan tidak boleh karna saat laki-laki sudah terangsang gairah seksnya pasti akan keluar cairan yang di sebut madzi dan madzi ini hukumnya seperti kencing yaitu Nazis.
4.)    ‘Azl (menumpahkan mani diluar rahim)
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman ﴿ نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ ﴾ “ istru-istrimu adalah ladang bagimu “  artinya , lahan bercocok tanam dan tempat lahirnya anak. Dalam tata bahasa Arab , kalimat ini disebut sebagai kailmat tasybih. Maka , kemaluan perempuan diibaratkan seperti tanah atau lahan bercocok tanam, sedangkan air mani diibaratkan seperti benih , dan anak diibaratkan seperti tumbuhan yang keluar. Dengan kata lain ‘azl atau menumpahkan mani diluar rahim seperti orang yang memiliki lahan namun belum bersedia untuk di taburi benih dan ini tidak mengapa karna logikanya itu adalah lahan dia jadi dia berhak kapan untuk menabur benih di lahan tersebut atau tidak. Hal ini berlandaskan pada riwayatkan Jabir Bin Abdillah :
كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَبَلَغَ ذَلِكَ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمْ يَنْهَنَا
“Kami dahulu melakukan ‘azl di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sampai ke telinga beliau, namun beliau tidak melarangnya”
c.       Setelah Berhungan
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman { إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ} Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.
Karna sengaja atau pun tidak saat penis telah masuk kedalam vagina maka telah wajib bagi pasangan suami istri untuk melakukan mandi wajib atau mandi janabah. Artinya secara batin kita sudah tidak dalam keadaan suci, dan untuk kembali pada kesucian batin adalah dengan mandi dan membersihkan kemaluan serta berwudhu.
Maka yang harus dilakukan saat selesai melakukan hubungan intim adalah mencuci kemaluan atau alat vital, berwudhu, mandi wajib.
KESIMPULAN
Dari semua materi yang telah penulis paparkan di atas maka dapat di simpulkan bahwa :
1.      Al-Qur’an adalah kitab suci yang syamil,kafah atau sempurna dan mencakup semua aspek kehidupan manusia termasuk berhungan seksual.
2.      Al-Qur’an membolehkan semua posisi atau gaya dalam bersenggama kecuali dari dubur atau anus.
3.      Imam Asy-Syafi’i, Imam Al-Bagowi, dan Imam Al-Qurtubi mengatakan boleh bersenggama dengan gaya doggy style namun tetap di vagina.  
4.      Imam At-Thobari mengatakan dalam tafsirnya bahwa waktu untuk menyetubuhi wanita setelah masa haidnya, terdapat tiga pendapat :
a.       Sampai darah haidnya berhenti, artinya setelah darah haidnya berhenti maka halal bagi suaminya untuk menyetubuhinya walaupun belum mandi wajib.
b.      Sampai dia mencuci alat vitalnya, Artinya setelah darah haidnya berhenti dan dia telah mencuci atau membersihkan alat vitalnya maka telah halal bagi suami untuk menyetubuhinya.
c.       Sampai dia berwudhu seperti wadhu untuk sholat, artinya apabila darah haidnya telah berhenti maka tidak cukup hanya sekedar membersihkan alat vital tapi harus berwudhu dahalu lalu setelah itu halal bagi suami untuk menyetubuhinya.
5.      Al-Qur’an membolehkan semua waktu untuk berhubungan intim kecuali saat haid,puasa dan ihram.
6.      Tidak ada dalil sohih dan sorih baik dari Al-Qur’an dan sunnah yang melarang oral seks, maka hukumnya kembali kepada ‘urf atau kebiasaan (budaya) masing-masing daerah dan setiap individu.
7.      Boleh melakukan ‘Azl atas persetujuan kedua pihak



3. HR. Muslim No. 302
4. HR. Bukhori No.4528 dan HR.Muslim No.117
5. HR.Tirmidzi No.2980
6. HR. Abu Daud No.2154
7. Abul Hasan Ali Ibnu Ahmad An-Naisaburi Tafsir Al-Basith (Riyadh : Imadatul Bahsi Al-Ilmi, 1430 H ) hal.171
[8]. Mohammad Rowas Qol’aji Mu’jam Lugotul Fuqoha (Amman : Dar An-Nafais,1988) hal.52
9. Mujiruddin Bin Muhammad Fathu Rahman Fii Tafsiril Qur’an (Damaskus: Dar An-Nawadir,2009) hal.314
10. Abul Hasan Ali Ibnu Ahmad An-Naisaburi Tafsir Al-Basith (Riyadh : Imadatul Bahsi Al-Ilmi, 1430 H ) hal.174
[11]. Abul ‘Abbas Syihabudin ‘Umdatul Huffadz fii Tafsir Asyroful Al-Fadz’(Beirut : Dar Kutub Al-Ilmi,1996) hal. 418
[12]. Imad Zaki Al-Barudi ‘Tafsir qur’an Al-Adzim linisa ’ (Qoiroh : Maktabah At-Taufiqiyah,2002)  hal.118
[13]. Syaikh Shofiyurrohman Al-Mubarakfury ‘Al-Misbah Al-munir  fii TahdzibTafsir ibn kasir’ (Riyadh: Darus Salam,2013) hal.162
[14]. Syamsudin Al-Qurtubi Tafsir Al-Qurtubi (Beirut: Muasasah Ar-Risalah,2006) hal.93
[15].  Al-Husain Ibnu Mas’ud Al-Bagowi Ma’alimu Tanzil Tafsir Al-Bagowi (Riyadh: Dar taibah,1989) hal.262
[16]. Muhammad Ali Ash-Shobuni Mukhtashor ibn katsir (Beirut: Darul Qur’anil Karim,1981) hal.195
[17]. HR. Abu Daud No. 219
[18]. HR. Bukhori No. 284 dan HR. Muslim No. 309
[19]. HR. Ahmad No.26195
[20]. Ibnu Qudamah Almugni (Beirut : Darul Fikr, 1405 H) hal.136  
[21]. Muhammad Ali Ash-Shobuni Mukhtashor ibn katsir (Beirut: Darul Qur’anil Karim,1981) hal.195
[22]. HR. Bukhori No.6388, HR.  Abu Daud No.2161, dan HR. Muslim No.1434
[23]. Syamsudin Al-Qurtubi Tafsir Al-Qurtubi (Beirut: Muasasah Ar-Risalah,2006) hal.93
[24]. Syamsudin Al-Qurtubi Tafsir Al-Qurtubi (Beirut: Muasasah Ar-Risalah,2006) hal. 93
[25]. Abdullah Muhamad bin Idris Asy-Syafi’I Tafsir Asy-Syafi’I  (Riyadh: Dar At-Tadumuriyah,2006) hal.340
[26]. Abdullah Muhamad bin Idris Asy-Syafi’I Tafsir Asy-Syafi’I  (Riyadh: Dar At-Tadumuriyah,2006) hal.368
[27]. Al-Husain Ibnu Mas’ud Al-Bagowi Ma’alimu Tanzil Tafsir Al-Bagowi (Riyadh: Dar taibah,1989) hal.260
[28]. HR. Ibnu hibban No.1299
[29].Abu Ja’far At-Thobari ‘Jami’ul Bayan Fii Ta’wilil Qur’an’  (Beirut: Muasasah Ar-Risalah)  hal.383

Share:

0 comments:

Post a Comment

Contact Us

Name

Email *

Message *

Powered By Blogger

instagram

instagram
isal_alhasbyi

Definition List

Unordered List

Support